FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
IBNU RUSYD
Oleh : bloger

1.      Latar Belakang

Menggali dan mengkaji filsafat Islam memerlukan pemahaman terhadap para tokohnya. Filsafat Islam tidak kalah dengan filsafat barat yang mempumyai banyak tokoh yang sangat terkenal ke seluruh penjuru. Aristoteles, Plato dan Socrates, itulah tokoh yang sangat dikenal atau populer dalam dunia perfilsafatan. Namun sebagai orang muslim atau orang yang beragama Islam, kita sudah seharusya lebih mengenal tokoh-tokoh filsafat muslim. Diantaranya yaitu, Al-Kindi, Al-Farabi, Al-Ghozali, Ibu Sina dan Ibnu Rusyd, mereka adalah filsuf-filsuf yang hebat. Selain mereka masih banyak filsuf-filsuf hebat lainnya.
Ibnu Rusyd merupakan salah satu filsuf Islam yang sangat mengagumi Aristoteles, bahkan beliau sampai bekerja keras untuk mengembalikan kemurnian pikiran-pikiran Aristoteles dari kontaminasi Platonisme. Dalam berfilsafat Ibnu Rusyd banyak mendapat kritikan dari sesama filsuf muslim yaitu Al-Ghozali. Diantara kritikan-kritikan Al-Ghozali yaitu, kritikan tentang tidak selarasan agama dengan filsafat, qadimnya alam, kebangkitan jasmani dan pengetahuan Tuhan tentang hal-hal yang bersifat partikular. Dari kritik-kritik Al-Ghozali yang begitu banyak, Ibnu Rusyid selalu berusaha menangkisnya.

2.      Rumusan Masalah

a.       Siapa Ibnu Rusyd ?
b.      Bagaimana pemikiran filsafat Ibnu Rusyd Terhadap kritikan Al-Ghozali ?

3.      Pembahasan

A.    Biografi Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd mempunyai nama lengkap Muhammad Ibnu Ahmad bin Muhammad bin Rusyd atau Abu Al-Walid atau Averroes lahir di Cordova, 1126 M (520 H).
Ibnu Rusyd adalah seorang filsuf Muslim yang muncul di belahan barat setelah Ibnu Tufail. Ibnu Rusyd berasal dari keluarga ilmuwan. Ayahnya yang bernama Ahmad Ibnu Muhammad (487-563 H) adalah seorang fiqh dan pernah menjadi hakim di Cordova. Sementara kakeknya, Muhammad Ibnu Ahmad (wafat 520 H/1126 M) adalah ahli fiqh madzhab Maliki dan imam Masjid Cordova serta pernah menjabat sebagai hakim agung di Spanyol. Ayah dan kakeknya pernah menjadi kepala pengadilan di Andalusia. Ibnu Rusyd juga pernah menjadi hakim agung di Spanyol.1
Di negeri-negeri Eropa Latin Ibnu Rusyd lebih dikenal dan dihargai dikarenakan dua sebab. Pertama, tulisan-tulisannya yang banyak jumlahnya itu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan diedarkan serta dilestarikan, sedangkan teksnya yang asli dalam bahasa Arab dibakar atau dilarang diterbitkan karena mengandung semangat anti-filsafat dan filosof. Kedua, Eropa pada zaman Renaissance dengan mudah menerima filsafat dan metode ilmiah sebagaimana dianut oleh Ibnu Rusyd. Dan Ibnu Rusyd terkenal dengan nama Explainer (Asy-Syarih) atau juru tafsir.
Karangannya meliputi berbagai ilmu, seperti fiqh, ushul, bahasa, kedokteran, astronomi, politik, akhlak, dan fisafat. Buku-bukunya yang sampai pada kita ada 4 yaitu,  Bidayatul-Mujtahid(Ilmu fiqh), Faslul-Maqalfi ma baina Al-hikmati wa-syari'at min al-ittisal(ilmu kalam), Manahij al-adillah fi aqaidib ahl al-milah(ilmu kalam), Tahafut at-tahafut.2

B.     Pemikiran Ibnu Rusyd Terhadap Kritik Al-Ghozali
a.       Agama dan Filsafat
Ibnu Rusyd menegaskan bahwa antara agama dengan Filsafat tidak ada pertentangan, itulah yang dikatakan Ibnu Rusyd untuk membela para filsuf Muslim dari serangan para ulama terutama Al-Ghozali. Inti dari Filsafat yaitu berfikir tentang wujud untuk mengetahui pencipta segala yang ada ini. Ibnu Rusyd mendasarkan argumentasi pada dalil Al-Quran ( Al- Hasyr:2)3 dan (Al-Isra':284)4 menyuruh manusia berfikir tentang wujud dan alam yang tampak ini dalam rangka mengetahui Tuhan. Dengan demikian jelas bahwa Al-Quran menyuruh manusia untuk berfilsafat. Sasaran agama secara filosofis, yaitu agama berfungsi sebagai pencapai teori yang benar dan perbuatan yang benar.5 Sebab pengetahuan sejati ialah pengetahuan tentang Tuhan, ke-maujud-an lainnya dan kebahagiaan serta kesengsaraan di akhirat. Ada dua cara untuk mendapatkan pengetahuan yaitu dengan penyerapan dan persesuaian. Selanjutnya, Ibnu Rusyd membagi manusia dalam tiga golongan sebagaimana salam Al-Quran. Golongan tersebut yaitu filsuf, teolog, dan orang-orang awam. Filsuf merupakan kaum yang mebggunakan cara demonstratif. Teolog yaitu orang-orang Asy'ariah yang ajarannya menjadi resmi pada masa Ibnu Rusyd-adalah lebih rendah tingkatannya, karena mereka memulai dari penalaran dialektis dan bukan daru kebenaran ilmiah. Sedangkan orang awam adalah orang-orang retoris yang hanya bisa menyerap sesuatu melalui contoh-contoh dan pemikiran puitis.5 Meminjam istilah Ahmad Fuad Al-Ahwani "filsafat adalah saudara kembar agama atau merupakan sahabat yang saling mencintai
.
b. Qadim-nya Alam
Untuk menangkis serangan Al-Ghozali terhadap paham qadim-nya alam itu tidak bertentangan dengan ajaran Al-Qur'an. Pendapat Ibnu Rusyd bahwa para teolog mengatakan alam diciptakan Tuhan dari tiada, tidak mempunyai dasar dalam Al-Qur'an. Beliau menegaskan dari ayat-ayat Al-Qur'an (Q.S 11:7, 41: 11, 21: 30) dapat diambil kesimpulan bahwa alam diciptakan Tuhan bukanlah dari tiada, melainkan dari sesuatu yang telah ada. Bagi para filsuf Muslim, alam dikatakan qadim karena alam diciptakan Tuhan  yaitu diciptakan sejak qidam/azali. Bagaimanapum, Tuhan dan alam tidak sama karena Tuhan adalah qadim yang mencipta, sedangkan alam adalah qadim yang dicipta.
Ibnu Rusyd mendasarkan pemikiran tentang alam itu kekal adalah surat Ibrahim ayat 47-48 berikut :
 فلا  تخسبن الله مخلف و عد ه رسله  ان الله عز يزذوانتقام٤٧ يوم تبد ل الارض غيرالارض والسموت وبرزوا الله الو حدالقهار٤٨   (ابراهيم)         
Artinya :
Maka karena itu jangan sekali-kali kamu mengira bahwa Allah mengingkari janji-Nya kepada rasul-rasul-Nya. Sungguh, Allah Maha perkasa dan mempunyai pembalasan. (Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka (manusia) berkumpul (di padang Mahsyar) menghadap Allah Yang Maha Esa, Maha Perkasa." (Q.S. Ibrahim [14]: 47-48)
Dengan demikian, alam adalah kekal dan pendapat para filsuf tentang kekekalan alam tidaklah bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur'an, apa lagi tidak ada ayat yang dengan jelas dan tegas mengatakan bahwa alam diadakan dari tiada.6
c. Kebangkitan Jasmani
Menurut Ibnu Rusyd, Al-Ghozali dalam bukunya, Tahafut Al-Falasifah, menyatakan bahwa tidak ada ulama yang berpendapat bahwa kebangkitan pada hari akhir hanya bersifat rohani, tetapi dalam buku yang lain, ia mengatakan bahwa kaum sufi berpendapat yang akan terjadi pada hari akhir adalah kebangkitan jasmani. Dan menurut Ibnu Rusyd, tidak ada ijma' (kesepakatan) ulama tentang kebangkitan jasmani pada hari akhir, maka dari itu paham yang menyatakan kebabgkitan di akhir hanya rohani tidak bisa dikafirkan dengan adanya ijma'.
Lebih lanjut Ibnu Rusyd mencoba menggambarkan kebangkitan rohani dengan analog tidur. Sebagaimana tidur, jiwa tetap hidup, begitu pula ketika mati, jiwa tetap hidup dan jiwalah yang akan dibangkitkan. Hal tersebut terang gamblang dalam firman Allah "Tuhan mengambil jiwa-jiwa pada saat kematiannya untuk kembali kepada-Nya, dan jiwa-jiwa orang yang belum matibpada saat tidur mereka.7 Tetapi pada akhirnya, Al-Ghozali mengakui adanya kebangkitan rohani dan Ibnu Rusyd juga mengakui kebangkitan jasmani pada hari akhir nanti. Semua orang muslim di dunia ini mengakui adanya krhidupan kedua di akhirat kelak. Sesuai dengan hadits Nabi SAW "Di sana akan dijumpai apa yang tak pernah dilihat mata, tak pernah didengar telinga, dan tak pernah terlintas pada pikiran".
d. Pengetahuan Tuhan
Sekali lagi Ibnu Rusyd menangkis serangan Al-Ghozali terhadap filsuf muslim.Al-Ghozali mengkritik bahwa Tuhan maha tahu segalanya, tetapi berbeda dengan Ibnu Rusyd, Tuhan hanya tahu yang universal. Ibnu Rusyd menyangkal bahwa Tuhan tidak mengetahui hal-hal yang kecil, tidaklah seperti yang ditudingkan. Karena Ibnu Rusyd membagi pengetahuan Tuhan sejak azali dan pengetahuan Tuhan sejak alam dibentuk.8
Dalam tulisannya Oliver Leaman mengatakan bahwa, dari sudut pandang agama Islam mengajarkan bahwa Tuhan mengetahui setiap yang ada di atas bumi yang sementara ini. Tuhan sudah sangat jelas mengisyaratkan bahwa "sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya". Ibnu Rusyd berpandangan bahwa Al-Ghozali salah faham. Kaum filsuf mengatakan bahwa pengetahuan tentang Tuhan tentang perincian yang terjafi di alam tidak sama dengan pengetahuan manusia tentang perincian itu. Pengetahuan manusia bersifat baru sedangkan Tuhan bersifat qadim yaitu sejak azali.

4.      Kesimpulan
Meminjam istilah Ahmad Fuad Al-Ahwani "filsafat adalah saudara kembar agama atau merupakan sahabat yang saling mencintai. Dan pada akhirnya Al-Ghozali dan Ibnu Rusyd sama-sama mengakui pendapat mereka bahwa kebangkitan rohani dan jasmani pada hari akhir itu ada. Kesalah fahaman Al-Ghozali tentang pemahaman pndapat tentang Tuhan pasti mengetahui segalanya dalam dunia yang sementara ini.

5.      Daftar Pustaka

Hasan Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam:Geneologis dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Bandung: Pustaka Setia.
Abdul Hakim Atang dan Ahmad Saebani Beni. 2008. Filsafat Umum dari Mitologi sampai Teodilosofi. Bandung: Pustaka Setia.





Komentar

Postingan Populer